Source: google |
Hai!, siapa yang tidak tahu Tere Liye? Yap! Penulis yang sudah sangat terkenal karena novel-novelnya yang menjadi best seller. Mungkin sudah banyak yang membuat review tentang buku ini. Namun, aku akan membuatnya sesuai versiku sendiri! Let’s check this out!
Identitas Buku
Judul: Pulang
Penulis:
Tere Liye
Editor:
Triana Rahmawati
Penerbit: Republika Penerbit
Tebal
buku: iv+400 hal
Tahun
terbit: September 2016, cetakan XXII
Kota terbit: Jakarta Selatan
Sinopsis: “Aku tahu sekarang, lebih banyak luka di hati bapakku dibanding di tubuhnya. Juga mamakku, lebih banyak tangis di hati Mamak dibanding di matanya”
Review
Buku ini menceritakan tentang
seorang tokoh bernama Bujang. Seorang anak desa di Sumatra. Ia dibesarkan oleh
sebuah keluarga yang sederhana. Suatu ketika datang seorang kawan dari bapaknya
yang dipanggil Tauke mengajak untuk berburu babi hutan di belakang rumahnya.
Dari perburuan tersebut Tauke tahu bahwa Bujang adalah
anak yang hebat. Maka dibawalah ia ke tempat tinggal Tauke dan dibesarkan di
sana. Semenjak saat itu Bujang (yang mulai dipanggil ‘Si Babi Hutan’) mulai
berkembang menjadi anak yang hebat seperti yang Tauke duga semenjak pertemuan
pertama mereka. Mulai dari belajar akademi dengan Frans Si Amerika, belajar
menjadi tukang pukul dengan Kopong (sebenarnya Tauke kurang setuju, tapi karena
ini kemauan dari Bujang sendiri), belajar menembak dari Salonga, dan belajar
samurai dengan Guru Bushi.
Sampai suatu ketika ia mendapat pengkhianatan dari ‘orang dalam’ yang sangat tidak disangka-sangka. Dari kejadian itu ia mendapat pelajaran yang sangat berharga walaupun ia harus ditinggal oleh 3 orang yang sangat ia sayangi.
Part Favorit
Bagian
yang menjadi favorit saya adalah ketika Bujang telah kehilangan 3 orang yang
amat ia sayangi. Di situ ia mulai mendapat pencerahan dari Tuanku Imam. Bujang
yang selalu termenung ketika mendengar azan berkumandang, yang selalu tersiksa
ketika mendengarnya, kali itu berubah menjadi perasaan damai.
“Tapi
sungguh, jangan dilawan semua hari-hari menyakitkan itu, Nak. Jangan pernah kau
lawan. Karena kau pasti kalah. Mau semuak apapun kau dengan hari-hari itu,
matahari akan tetap terbit indah seperti yang kita lihat sekarang. Mau sejijik
apapun kau dengan hari-hari itu, matahari akan tetap memenuhi janjinya, terbit
dan terbit lagi tanpa peduli apa perasaanmu. Kau keliru sekali ketika berusaha
melawannya, membencinya, itu tidak pernah menyelesaikan masalah.”
“Peluklah semuanya, Agam. Peluk erat-erat. Dekap seluruh kebencian itu. Hanya itu cara agar hatimu damai, Nak. Semua pertanyaan, semua keraguan, semua kecemasan, semua kenangan masa lalu, peluklah mereka erat-erat. Tidak perlu disesali, tidak perlu membenci, buat apa? Bukankah kita selalu bisa melihat hari yang indah meski di hari terburuk sekalipun?”
Alur dan Gaya Bahasa
Tere
Liye menceritakan kisah Bujang ini menggunakan alur maju mundur, tapi tidak
membuat pembaca bingung karena dituliskan secara jelas seperti ‘... tiga belas tahun
silam...’ ‘kembali ke sepuluh tahun lalu’ dan lain-lain.
Menurut
saya buku ini cocok untuk dibaca karena gaya bahasa yang digunakan cukup mudah
dipahami dan latar cerita yang tidak terlalu berat.
Rekomendasi
Buku
ini sangat saya rekomendasikan, apalagi untuk mengisi waktu selama pandemi
seperti ini dan dari buku yang tidak terlalu tebal dan berat sangat cocok untuk
dibawa-bawa.
Comments
Post a Comment