Review Novel "Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin" karya Tere Liye

Daun yang jatuh tak pernah membenci angin meski harus terenggutkan dari tangkai pohonnya.

Kalimat ini punya arti yang berbeda-beda. Setiap orang punya makna masing-maisng dalam mendefinisikannya. Dalam novel ini disajikan sebuah kisah anak jalanan yang punya masa depan cerah. Ia berusaha mengartikan kalimat tersebut dalam perjalanan kehidupannya. Mari kita simak!

Source: google

Identitas Buku:

Judul: Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

Penulis: Tere Liye

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Tebal Buku: 264 hlm; 20cm

Tahun terbit: November 2011, cetakan kelima

ISBN: 978-979-22-5780-9

 

Sinopsis:

Dia bagai malaikat bagi keluarga kami. Merengkuh aku, adikku, dan Ibu dari kehidupan jalanan yang miskin dan nestapa. Memberikan makan, tempat berteduh, sekolah, dan janji masa depan yang lebih baik.

Dia sungguh bagai malaikat bagi keluarga kami. Memberikan kasih sayang, perhatian, dan teladan tanpa mengharap budi sekalipun. Dan lihatlah, aku membalas itu semua dengan membiarkan mekar perasaan ini.

Ibu benar, tak layak aku mencintai malaikat keluarga kami. Tak pantas. Maafkan aku, Ibu. Perasaan kagum, terpesona, atau entahlah itu muncul tak tertahankan bahkan sejak rambutku di kepang dua.

Sekarang, ketika aku tahu dia boleh jadi tidak pernah menganggapku lebih dari seorang adik yang tidak tahu diri, biarlah... biarlah aku luruh ke bumi seperti sehelai daun... daun yang tidak pernah membenci angin meski harus terenggutkan dari tangkai pohonnya.

Cerita singkat:

Kisah ini berawal dari seorang tokoh bernama Tania dan adiknya, Dede. Tania dan Dede adalah anak dari golongan kurang mampu. Mereka tinggal bertiga bersama dengan ibunya  di sebuah rumah kardus dekat pohon Linden. Setiap hari Tania dan Dede membantu ibunya mencari penghasilan dengan menjadi pengamen dari satu metromini ke metromini lain.

Saat itu mereka sedang mengamen di sebuah metromini yang penuh dengan orang-orang yang baru pulang kerja. Sampai akhirnya Tania berjalan dan tidak sengaja kakinya menembus sebuah paku payung yang tidak dilihatnya. Darah pun mengalir dengan deras karena ia tidak memakai alas kaki. Bagaimana mau beli  alas kaki, kalau untuk makan saja sangat susah. Tiba-tiba datang seseorang berpakaian rapi dengan kemeja berwarna biru seperti orang-orang baru pulang kerja di sekitarnya. Ia tersenyum hangat. Lalu mengambil saputangan dari sakunya dan pelan-pelan mengelap luka di kaki Tania.

Esoknya mereka bertemu lagi di metromini. Laki-laki itu memanggil Tania dan Dede dan memberikan dua kotak yang ternyata isinya sepatu. Semenjak itu, kehidupan keluarga Tania mulai berubah, mulai sering makan enak walaupun hanya di warung-warung tenda, tak lagi tinggal di rumah kardus, mereka mulai tinggal di kontrakan kecil (setidaknya itu lebih baik daripada tinggal di rumah kardus), bahkan Tania dan Dede sudah bisa sekolah lagi. Ibu juga punya modal untuk berjualan kue-kue tradisional yang semakin lama semakin sukses. Tentu saja itu semua dibiayai oleh ‘malaikat’ mereka. Pria itu sering datang ke kontarakan mereka untuk sekedar berkunjung sambil membawakan hadiah atau mengajak makan di luar. Sungguh baik sekali pria ini yang ternyata bernama Danar Danar. Nama yang unik karena diulang dua kali.

Tapi siapatau kalau Tania menyimpan suatu perasaan ‘aneh’ dalam dirinya. Perasaan yang seharusnya tidak muncul karena tidak pantas ditujukan ke pria yang berbeda belasan tahun dengan dirinya. Perasaan yang seharusnya tidak tumbuh untuk ‘malaikat kecil’ bagi keluarganya.

Hingga Tania beranjak remaja, di umurnya yang mulai masuk SMP. Ia mendapat beasiswa ke Singapura dan menjadi anak yang sangat pintar di sana meski harus ditinggal oleh Ibunya di usia yang masih sangat belia. Perasaan ‘itu’ pun tetap tidak berubah, justru semakin tumbuh besar. Sampai akhirnya dia memutuskan untuk menikah dengan wanita bernama Ratna. Dia meminta Tania untuk datang ke pernikahannya, tapi perasaan yang mengganggu ‘itu’ tidak bisa didiamkan, tapi tidak bisa juga untuk diutarakan. Karena hanya akan mengganggu kehidupannya saja, mengganggu hubungan ‘adik kakak’ yang selama ini mereka jalani. Namun bagaimana perasaan yang dimiliki oleh Danar? Apa dia juga punya rasa yang sama dengan Tania? Atau justru Ratna adalah wanita yang dicintainya? Yuk baca aja yuk

 

Review:

            Sebenarnya ini buku memang sudah terbit cukup lama, tapi aku baru aja sempet untuk mulai rajin baca novel lagi. Pas lagi ngubek-ngubek perpuseh ketemu buku ini. Udah sering juga baca judul ini dan yaa namanya baru sempat baca dan buat ngisi waktu gabut yakaann. Buku ini bener-bener parah sih, belum sampai puncak cerita sudah dibuat sedih sampe nangis kejadian ibunya meninggal karena sakit parah dan itu sangat-sangat mendadak. Apalagi mereka baru saja dapat kebahagiaan karena kehidupan keluarga mereka berangsur-angsur membaik.

Aku sangat suka dengan gaya penulisan Kak Tere Liye ini karena membuat seakan-akan kita berada di sana dan merasakan apa yang terjadi, udah berasa lagi nonton film, sih. Baru buku ini yang buat aku nangis sampe berkali-kali (ngga lebay kan ya?), setelah karena ibunya meninggal, juga saat penulis bercerita tentang isi perasaan Tania dan dia , serta kejadian di pohon linden yang menjadi akhir cerita, membuat emosi naik turun (udah kayak nonton drakor ‘The World of The Married belum?)

Ngga lupa sama peran Dede yang menjadi kunci dari semua cerita ini, yang menjadi perantara hubungan keluarga baru mereka, yang menyimpan semua rahasia antara Tania dan Danar. Dede dengan tingkah polosnya, cerewetnya, dan pengertiannya terhadap Tanianya menjadi pelengkap cerita ini.

Novel ini diceritakan dengan alur maju mundur dan dengan konsep yang cukup unik. Jadi Tania di masa sekarang sedang berdiri di lantai dua toko buku favoritnya yang penuh dengan kenangan. Ia menghadap jendela kaca yang memperlihatkan kehidupan orang-orang di jalan depan toko tersebut. Selama satu jam lebih ia mengingat-ingat kembali apa yang sudah dialaminya beberapa tahun lalu. Saat ia masih menjadi seorang anak jalanan yang dekil dan nampak tidak memiliki masa depan yang cerah.

petikan dari novel halaman terakhir

Yang menjadi tokoh favoritku di novel ini adalah Danar. Entah kenapa ada aja orang yang sangat baik hati menolong keluarga yang sebenarnya tidak dikenalnya, ia menolong dengan sangat ikhlas sampai mampu membuat seorang pengamen seperti Tania dan Dede mempunyai kehidupan yang lebih baik bahkan sampai sukses tanpa meminta balasan apapun. Sangat jarang menemukan orang seperti itu di masa sekarang ini. Alasannya diungkapkan di dalam buku ini, walaupun hanya sekilas.

Baca juga: Review Novel Pulang karya Tere Liye

Untuk bintang aku kasih 5 ya. Sempurna! Bener-bener sesuka itu sama novelnya!. Sekian untuk review kali ini, ditunggu review buku-buku selanjutnya yaa. Jan lupa komen yaa buku apalagi yang enak untuk dibahas. Happy reading guys!


Comments

  1. Jadi pengen baca kak huhu masuk wishlist dulu deh. Makasih reviewnya kak memang karya Tere Liye selalu menarik ya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iyaa sama-sama, ditunggu review buku yang lainnya yaa

      Delete

Post a Comment