Kebahagiaan itu bukan dicari, tapi dibikin. Kita nggak
akan menemukan kebahagiaan dari pasangan kita, dari anak kita, dari tas
desainer ratusan juta, atau dari jalan-jalan ke Eropa tiap tahun. Kita nggak
akan pernah merasa bahagia jika kita menggantungkan perasaan itu pada faktor
eksternal.
A Cup of Tea adalah buku kedua yang dihasilkan
dari tulisan Kak Gita. Sebelumnya ia pernah menulis buku berjudul Rentang
Kisah.
![]() |
Dapat bonus dream list! |
Identitas buku:
Judul:
A Cup of Tea
Penulis:
Gita Savitri Devi
Penerbit:
Gagasmedia
Tebal
buku: viii+164 hlm; 13x19 cm
Tahun
terbit: 2020, cetakan pertama
ISBN:
978-979-780-957-7
Sinopsis:
“Mulut
lo nggak sesuai sama jilbab lo.”
“Sekolah
di Jerman tapi akhlaknya nol.”
“Bad
influencer! Di mana manner lo?!”
“Halah
banyak bacot lo. Dasar attention seeker!”
“Lo
nggak dididik dengan benar sama orangtua lo.”
Kita nggak butuh pisau untuk membunuh seseorang.
Kata-kata yang ditujukan ke gue itu tentu bikin gue down. Semuanya ingin
gue hilangkan dari ingatan, tapi nggak pernah berhasil. Nggak mengacuhkan
omongan orang lain ternyata nggak mudah. Gue udah coba segala cara; self
healing, curhat ke teman, curhat ke psikolog, semuanya. Namun, sampai
sekarang kejadian itu masih terasa fresh
di otak, seakan-akan baru kemarin menimpa gue.
Cyber bullying ini salah satu yang gue
ceritakan di A Cup of Tea. Selain itu, gue menuliskan tentang perpisahan
yang gue lewati, perjalanan yang mengubah diri, kehidupan setelah pernikahan,
hingga kebahagiaan yang gue cari. Lewat buku ini gue berharap kita mendapat
kekuatan untuk terus jalan, dan mencari untuk menemukan. “We are a fighter.
Don’t let other people say otherwise.”
![]() |
hlm. 8 |
Baca juga:June Wrap Up
Review:
Buku ini menceritakan kisah perjalanan Kak Gita yang
diawali dengan misi pribadinya, cerita saat ia pertama kali ke luar negeri, dan
punya cita-cita untuk keliling dunia.
Kak Gita juga bercerita tentang pertemuannya dengan
orang-orang yang sangat menginspirasi, tidak pandang usia, pria atau wanita,
dan darimana orang-orang itu berasal. Ia merasa bahwa traveling itu tidak
hanya untuk sekadar jalan-jalan ke tempat-tempat baru dan unik, tapi juga untuk
bertemu banyak orang dan bisa mendapat pelajaran dari orang-orang tersebut.
Ia mengatakan saat dunia sedang karut-marut sekalipun
masih ada aja orang yang berbaik hati pada orang yang sebenarnya tidak ia
kenal. Dengan bertemu orang-orang baru tersebut, sebagai seorang introvert
ia berusaha untuk melawan rasa takut dan malu untuk berbicara dengan orang-orang.
Keseimbangan itu sangat penting dilakukan. Seperti
cerita Kak Gita saat di tahun pertama di Jerman. Ia merasa harus mendapat nilai
yang bagus, jadi ia terus-menerus belajar (minimal 6 jam). Bahkan saat ia
diajak berlibur dengan temannya, ia menolak. Sampai di akhir penilaian,
nilainya hanya segitu-segitu aja. Bisa dibilang ada sedikit penyesalan yang
dirasakan. Keseimbangan itu perlu. Bukan berarti belajar itu tidak penting,
tapi bagaimana cara mengatur waktu untuk menambah ilmu, kegiatan bersosialisasi, dan mengembangkan diri.
Hal ini juga aku rasakan saat SMA (curcol dikit gapapa
ya, hehe), setiap hari benar-benar belajar, bahkan di hari libur. Karena
tujuanku adalah masuk perguruan tinggi jalur rapor. Dan akhirnya impian itu
benar-benar terwujud, tapi karena jarang berkumpul dengan teman, hubungan
sosial itu jadi berkurang (bahkan hampir tidak ada).
Ada hal lain yang tidak kalah penting dari yang
disebutkan di atas. Adalah tentang mendengar. Setiap orang harus punya perasaan
bahwa kita tidak boleh hanya mau didengar. Memang ini yang diinginkan hampir
semua orang (bahwa cerita mereka sangat menarik dan tidak ada yang bisa
mengalahkan), tapi kita juga harus mendengarkan orang lain.
Dengan mendengar, kita tidak hanya bisa berempati dan menghargai orang lain, tapi kita juga dapat pengalaman dan pengetahuan yang belum pernah kita dapat. Ini diceritakan Kak Gita saat mengobrol dengan sopir Uber yang berasal dari Armenia. Hanya sedikit yang ia ketahui tentang negara tersebut. Dengan mendengar, ia jadi bisa menambah ilmu yang belum ia ketahui sebelumya (jadi tidak harus selalu dengan membaca buku).
Baca juga: Review Novel "Pulang" karya Tere Liye
Tentang perpisahan. Hal ini Kak Gita ceritakan saat
yang berpisah dengan orang-orang yang ia sayangi. Juga saat bertemu seorang
anak kecil berusia 12 tahun. Anak tersebut menceritakan tentang perpisahan yang
terasa lebih menyedihkan dan menyakitkan. Tapi Kak Gita ingat dengan salah satu
ayat dalam Al-Qur’an.
Di buku ini dijelaskan kenapa Kak Gita memutuskan
untuk menikah. Apalagi dengan orang yang awalnya berbeda keyakinan. Semua itu
dijalankan dengan nyaman, santai. Karena setiap pernikahan punya visi misi
tertentu.
Nah, ini yang paling mendalam dan dijelaskan dengan
panjang lebar oleh Kak Gita. Yaitu tentang cyber bullying. Cyber
bullying sangat besar pengaruhnya terhadap orang yang dibully, terutama
mentalnya. Banyak artis-artis yang terlihat bahagia di luar, tapi mengalami
kerusakan mental di dalam. Yang paling parah dari bully ini bisa berakibat
bunuh diri. Ini banyak terjadi di kalangan artis dunia. Kak Gita pun
mengalaminya. Ia mendapat perkataan yang sangat-sangat tidak pantas untuk
didengar (seperti yang terdapat di sinopsis), Belum tentu kata-kata yang
dilontarkan itu benar adanya.
Masih banyak hal lain yang diceritakan. Dalam buku ini Kak Gita memberikan hal-hal yang pernah terjadi dalam dirinya. Yang menyedihkan, buruk, dan negatif sebaiknya menjadi pelajaran agar tidak pernah terjadi lagi. Sebaliknya, yang bahagia, menginspirasi, dan positif dijadikan motivasi agar terus lebih baik lagi. Karena seperti yang dijelaskan dalam buku ini bahwa:
![]() |
hlm, 90 |
Saya sangat suka dengan buku ini. Dari covernya yang sangat
menarik, harga yang terjangkau, serta isinya yang dibuat seakan-akan Kak Gita
sedang menumpahkan segala keresahan dan kegundahan dalam hatinya. Hebatnya ia
menuangkan isi dalam pikirannya tersebut menjadi sebuah karya.
Baca juga: Review Novel "The Last 2%" karya Kim Rang
Terima kasih sudah membaca review kali ini. Ditunggu
review buku selanjutnya. Happy reading, guys!
Kak Gita Savitri ini memang pemikirannya suka bikin tercengang ya. Kelihatan banget kalau di perempuan yang berprinsip dan tipikal orang yang critical thinking. Makanya kalau lihat video dia di Youtube, suka salut sama pemikiran-pemikirannya. Nggak heran kalau sampai terbitin 2 buku. Buku yang pertama juga laris kan di pasaran hahaha. Cover buku yang ke2 ini lebih menarik sih dan judulnya juga lebih menarik ya.
ReplyDeleteTerima kasih atas review bukunya! 💕
iyaa bener banget, i'm one of her fans. video di YouTube itu yg segment beropini. oiya, buku pertamanya lagi proses pembuatan film loh! can't wait! terimakasih jugaa sudah berkunjung^^
DeleteWah.. Saya ngefans sama mbak gita savitri lho. Tapi belum pernah baca bukunya. Palingan nonton vidionya di youtube yang selalu menginspirasi. Jadi pengen baca bukunya juga😍
ReplyDeleteBuku yang pertama, rentang kisah itu katanya mau dibikin film ya...?
ayuuki baca bukunyaa sama-sama menginspirasi looh, iyaa buku yang pertama lagi proses pembuatan film
Delete